Kamis, 20 November 2014

POLIGAMI DALAM SUDUT PANDANG KOMPILASI HUKUM ISLAM



Poligami dalam Islam merupakan praktik yang diperbolehkan (mubah, tidak larang namun tidak dianjurkan). Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, sesuai dengan firman Allah swt.
وَرُبَاعَ وَثُلاثَ مَثْنَى النِّسَاءِ مِنَ لَكُمْ طَابَ مَا فَانْكِحُوالْيَتَامَى فِي تُقْسِطُوا أَلا خِفْتُمْ وَإِنْ    
تَعُولُوا أَلا أَدْنَى ذَلِكَ أَيْمَانُكُمْ مَلَكَتْ مَا أَوْ فَوَاحِدَةً تَعْدِلُوا أَلا خِفْتُمْ فَإِنْ
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya[An-Nisa : 3][1]
 
Seperti yang disebutkan ayat diatas, bahwa poligami hanya boleh dilakukan dengan syarat:
1.      Laki-laki yang akan berpoligami itu harus adil.
Adil yang dimaksudkan adalah di dalam membagi giliran dan nafkah.[2] Adil disini adalah suatu yang abstrak karena belum diketahui, apakah seseorang yang pada awalnya beristri satu dan ingin poligami dengan mengatakan bahwa dapat adil, padahal belum dia melaksanakan poligami. Jadi sesuatu yang belum dapat dinilai.
2.      Poligami dibatasi jumlah wanitanya.
Yaitu hanya boleh maksimal empat orang istri saja.[3]
Seperti pada syarat-syarat yang ada pada undang-undang nomor 1 tahun 1974 syarat-syarat yang ada dalam al-qur’an pun berlaku komulatif, jadi harus terpenuhi semuanya dan apabila tidak terpenuhi salah satunya maka suami tidak boleh melangsungkan poligami.
Sedangkan alasan-alasan poligami dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun hampir sama dengan yang ada dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974, yaitu:
“Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
1.      Istri tidak dapat menjalankan kewqajiban sebagai seorang istri.
2.      Istri terdapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Istri tidak dapat melahirkan keturunan.”[4]


[1] Buka juga Al Qur’an Surat An-Nisa ayat 129
[2] Kitab al-Mar’ah. Sayid bin Baz. 2/62
[3] Lihat Pasal 55 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam
[4] Lihat Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar